Rabu, 16 Mei 2012

Perkotaan


Pengertian Kota
Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki beberapa fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri.
Dizaman muthakhir ini kita dapat dengan mudah mengamati dan menggambarkan apakah “kota” itu, sesuai dengan tolak ukur atau fokus perhatian kita masing-masing. Oleh karena itu terdapat banyak definisi tentang kota.
Berikut pendapat para ahli tentang pengertian kota:
1. Menurut pendapat Mumford : Kota sebagai tempat pertemuan yang berorientasi ke luar. Sebelum kota menjadi tempat pemukiman yang tetap, pada mulanya kota sebagai suatu tempat orang pulang dari tempat mereka bekerja untuk berjumpa keluarga mereka secara teratur, jadi ada semacam daya tarik pada penghuni luar kota untuk kegiatan rohaniah dan perdagangan serta,kegiatan lain.
2. Menurut pendapat Max Weber: Penghuninya sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhannya melalui pasar setempat dan ciri-ciri kota adalah terdapat fasilitas yang dapat mendukung kegiatan msyarakat kota seperti tersedianya pasar swalayan.
3. Menurut pendapat Sjoberg : : Melihat kota dari timbulnya suatu golongan spesialis non agraris dan yang berpendidikan merupakan bagian terpenting
4. Menurut pendapat Prof. Bintarto (1984 : 36) Kota adalah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai oleh strata sosial ekonomi yang heterogen serta corak matrialistis. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 4/1980 Kota adalah wadah yang memiliki batasan administratif wilayah seperti kotamadya dan kota administrasi.

Karakteristik Kota
1. Dari aspek morfologi, antara kota dan pedesaan terdapat perbedaan bentuk fisik, seperti cara membangun bangunan-bangunan tempat tinggal yang berjejal dan mencakar langit (tinggi) dan serba kokoh. Tetapi pada prakteknya kriteria itu sukar dipakai pengukuran, karena banyak kita temukan dibagian-bagian kota tampak seperti desa misalnya, didaerah pinggiran kota, sebaliknya juga desa-desa yang mirip kota, seperti desa-desa di pegunungan dinegara-negara laut tengah.
2. Dari aspek penduduk. Secara praktis jumlah penduduk ini dapat dipakai ukuran yang tepat untuk menyebut kota atau desa, meskipun juga tidak terlepas dari kelemahan –kelemahan. Kriteria jumlah penduduk ini dapat secara mutlak atau dalam arti relatif yakni kepadatan penduduk dalam suatu wilayah. Sebagai contoh misalnya dia AS dan Meksiko suatu tempet dikatakan kota apabila dihuni lebih dari 2500 jiwa dan Swedia 200jiwa.
3. Dari aspek sosial, gejala kota dapat dilihat dari hubungan-hubungan sosial (social interrelation dan social interaction) di antara penduduk warga kota, yakni yang bersifat kosmopolitan. Hubungan sosial yang bersifat impersonal, sepintas lalu (super-ficial), berkotak-kotak, bersifat sering terjadi hubungan karena kepentingan dan lain-lain, orang ini bebas untuk memilih hubungan sendiri.
4. Dari aspek ekonomi, gejala kota dapat dilihat dari cara hidup warga kota yakni bukan dari bidang pertanian atau agraria sebagai mata pencaharian pokoknya, tetapi dari bidang-bidang lain dari segi produksi atau jasa. Kota berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan industri, dan kegiatan pemerintahan serta jasa-jasa pelayanan lain. Ciri yang khas suatu kota ialah adanya pasar, pedagang dan pusat perdagangan.
5. Dari aspek hukum, pengertian kota yang dikaitkan dengan adanya hak-hak dan kewajiban hukum bagi penghuni, atau warga kota serta sistem hukum tersendiri yang dianut untuk menunjukkan suatu wilayahtertentu yang secara hukum disebut kota.

Karakteristik kota dapat di tinjau dari 3 aspek yaitu aspek fisik, aspek sosial, dan aspek ekonomi.  Karakteristik kota sebagai sebuah konsep yang berkaitan dengan ruang sebagai tempat manusia beraktivitas.

§  Aspek fisik adalah sebuah kawasan terbangun yang terletak saling berdekatan dan meluas dari pusat hingga ke wilayah pinggiran yang bias dikatakan wilayah geografisnya di dominasi oleh struktur binaan.
§  Aspek sosial, kota merupakan konsentrasi penduduk yang dilihat dari segi mata pencaharian yang merupakan sebagian dari kependuduka dan dimana bertujuan untuk meningkatkan produktivitas melalu konsentrasi dan spesialisasi tenaga kerja.
§  Aspek ekonomi, yaitu dimana memliki fungsi sebagai penghasil barang dan jasa yang dimna berguna untuk mendukung kehidupan penduduk serta keberlangsungan kota itu sendiri.

Dalam konteks ruang, kota merupakan satu sistem yang tidak berdiri sendiri, secara internal kota merupakan satu kesatuan sistem kegiatan fungsional di dalamnya, sementara secara eksternal, kota di pengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
Lalu unsur-unsur dalam perencanaan adalah berarti ; memilih, alat untuk mengalokasikan sumber daya, alat untuk mencapai tujuan, untuk masa yang akan datang. Sementara karakteristik dari perencanaan itu sendiri adalah ; mengarah sampai pencapaian tujuan, mengarah ke perubahan, pernyataan pilihan, rasionalitas dan tindakan kolektif sebagai dasar. Peerencanaan kota berorientasi pada aspek fisik dan spasial.

Ciri-ciri kota
Ciri fisik kota meliput hal sebagai berikut:
  • Tersedianya tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan
  • Tersedianya tempat-tempat untuk parkir
  • Terdapatnya sarana rekreasi dan sarana olahraga
Ciri kehidupan kota adalah sebagai berikut:
  • Adanya pelapisan sosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
  • Adanya jarak social dan kurangnya toleransi social diantara warganya.
  • Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalahdengan pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan.
  • Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
  • Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip ekonomi.
  • Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan social disebabkan adanya keterbukaan terhadap pengaruh luar.
  • Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat solidaritas dan gotong royong sudah mulai tidak terasa lagi.

Fungsi kota
Kota yang telah berkemang maju mempunyai peranan dan fungsi yang lebih luas lagi antara lain sebagai berikut :


Pentingnya Mempelajari Sosiologi Perkotaan
Sosiologi perkotaan mempelajari masyarakat perkotaan dan segala pola interaksi yang dilakukannya sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya. Materi yang dipelajari antara lain mata pencaharian hidup, pola hubungan dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, dan pola pikir dalam menyikapi suatu permasalahan.
Karena di daerah perkotaan lebih sering terjadi konflik di masyarakatnya. Hal tersebut terjadi karena adanya strarifikasi sosial dimasyarakat perkotaan. Stratifikasi tersebut biasanya berupa persaingan dibidang pendidikan, pekerjaan dan perekonomian. Karena dalam masyarakat kota stratifikasi sosial sangat terlihat.
Maka dari itu sosiologi perkotaan penting dipelajari, agar masyarakatnya memiliki kontrol sosial di diri mereka masing-masing.

Perbedaan Antara Kota dan Desa
Dari definisi yang telah diajukan baik definisi kota maupun desa kita dapat membuat perbedaan diantara keduanya. Dikutip dari apa yang dikemukakan oleh P.J.M. Nas, (1979 : 35) yang mengutip pendapat Costandse, sbb :
1.        Kota bersifat besar dan memberikan gambaran yang jelas sedangkan pedesaan itu kecil dan bercampur-baur, tanpa gambaran yang tegas.
2.     Kota mengenal pembagian kerja yang luas, desa (pedalaman) tidak.
3.     Struktur sosial dikota mengenal differensiasi yang luas sedangkan dipedesaan relatif sederhana.
4.    Individualitas memainkan peranan penting dalam kebudayaan kota, sedangkan di pedesaan hal ini kurang penting, di pedesaan orang menghayati hidupnya terutama dalam kompak primer.
5.    Kota mengarahkan gaya hidup pada kemajuan, sedangkan pedesaan lebih berorientasi pada tradisi, dan cenderung pada konservatisme.

Hubungan Antara Kota Dengan Desa
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-mayur, daging dan ikan.Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja musiman. Pada saat musim tanam, mereka sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan di bidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.

Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat transportasi. Kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang¬bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya saja tenaga-tenaga di bidang medis atau kesehatan, montir¬montir, elektronika dan alat transportasi serta tenaga yang mampu memberikan bimbingan dalam upaya peningkatan hasil budi daya pertanian, peternakan ataupun perikanan darat.

Dalam kenyataannya hal ideal tersebut kadang-kadang tidak terwujud karena adanya beberapa pembatas. Jumlah penduduk semakin meningkat, tidak terkecuali di pedesaan. Padahal, luas lahan pertanian sulit bertambah, terutama di daerah yang sudah lama berkembang seperti pulau Jawa. Peningkatan hasil pertanian hanya dapat diusahakan melalui intensifikasi budi daya di bidang ini. Akan tetapi, pertambahan hasil pangan yang diperoleh melalui upaya intensifikasi ini, tidak sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk, sehingga pada suatu saat hasil pertanian suatu daerah pedesaan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya saja, tidak kelebihan yang dapat dijual lagi. Dalam keadaan semacam ini, kotaterpaksa memenuhi kebutuhan pangannya dari daerah lain, bahkan kadang-kadang terpaksa mengimpor dari luar negeri. Peningkatan jumlah penduduk tanpa diimbangi dengan perluasan kesempatan kerja ini pada akhirnya berakibat bahwa di pedesaan terdapat banyak orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap. Mereka ini merupakan kelompok pengangguran, baik sebagai pengangguran penuh maupun setengah pengangguran.

Pengaruh kota terhadap desa:
1)      kota menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan desa
2)      menyediakan tenaga kerja bidang jasa
3)      memproduksi hasil pertanian desa
4)      penyedia fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, perdagangan, rekreasi
5)      andil dalam terkikisnya budaya desa

Permasalahan di kota antara lain:
1.       konflik (pertengkaran)
2.       kontroversi (pertentangan)
3.       kompetisi (persaingan)
4.       kegiatan pada masyarakat pedesaan
5.       sistem nilai budaya


Daftar Pustaka

http://karakteristik dan Sejarah Pembentukan Kota _ Ichwan Muis.html
http://ifatrah.blogspot.com/2011/04/demografi-dan-karakteristik-kota.html

Minggu, 16 Oktober 2011

Teori Fungsional-Struktural

Van den Berghe merangkum 7 ciri umum perspektif :
1.    Masyarakat harus dianalisis selaku keseluruhan, selaku “system yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan”.
2.      Hubungan sebab dan akibatnya bersifat “jamak dan timbal-balik”.
3.  System sosial senantiasa berada dalam keadaan “keseimbangan dinamis”, penyesuaian terhadap kekuasaan yang menimpa system menimbulkan perubahan minimal di dalam sistem itu.
4.  Integrasi sempurna tak pernah terwujud, setiap sistem mengalami ketegangan dan penyimpangan namun cenderung dinetralisir melalui institusionalisasi.
5.    Perubahan pola dasarnya berlangsung secara lambat, lebih merupakan proses penyesuaian ketimbang perubahan revosioner.
6.  Perubahan adalah hasil penyesuaian atas perubahan yang terjadi diluar sistem, perubahan melalui diferensiasi, dan melalui penemuan-penemuan internal.
7.      Masyarakat terintegrasi melalui nilai-nilai bersama.

PERUBAHAN SISTEM
Telcott Parsons
Pandangan parsons mengenai perubahan sosial :
Mula-mula Parsons memusatkan perhatian pada sifat struktur sosial, menurutnya pengutamaan pada struktur sosial akan menjuruskan perhatiannya pada evolusi sosial. Parsons berpendapat bahwa studi perubahan sosial harus dimulai dengan studi struktur sosial terlebih dahulu. Baiklah kita mulai dengan system sosial. Menurut arti luas, sistem adalah dua unit atau lebih yang berinteraksi. Setiap sistem tertanam dalam situasi yang mengelilinginya sehingga dengan demikian, perkara apakah yang menjadi unit sistem itu satu kesatuan khusus atau sistem itu sendiri, tergantung pada fokus analisa kita. Contoh : sebuah universitas dapat dipandang sebagai satu sistem itu sendiri, sedangkan untuk maksud lain universitas itu mungkin hanya dipandang sebagai satu unit didalam sebuah sistem yang lebih besar (sistem pendidikan tinggi misalnya).
Sistem sosial adalah sejenis sistem khusus sekelompok individu yang berinteraksi, masing-masing individu mencoba mendapatkan kepuasan dirinya secara maksimum dalam suasana budaya tertentu. Pada dasarnya, setiap individu didalam sistem sosial tertentu, berusaha mengejar kebahagian dirinya sendiri, dan arti kebahagian serta alat yang tersedia untuk mencapainya, berbeda antara budaya yang satu dan budaya lain. Parsons merumuskan sistem sosial adalah sebagai berikut : “para aktor individual yang saling berinteraksi di dalam suatu situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan fisik atau lingkungan psikis, yang terdorong ke arah kecenderungan untuk mengoptimalkan kebahagiaan, dan antarhubungan mereka ditetep dan diatur menurut sistem yang teratur secara kultural serta mempunyai simbol-simbol bersama.
Unit terkecil dalam sistem sosial adalah peranan. Pola interaksi dalam sisitem sosial bersifat normatik. Setiap sistem mempunyai empat fungsi memaksa. Artinya, setiap sistem harus menghadapi dan harus berhasil menyelesaikan masalah-masalah : adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan pemeliharaan pola yang tersembunyi. Adaptasi adalah fungsi perilaku organisme : pencapaian tujuan adalah fungsi kepribadian; integrasi adalah fungsi sistem sosial dan pemeliharaan pola adalah fungsi kultur. Pada tingkat sistem sosial, fungsi adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan pemeliharaan pola, secara berurutan berhubungan dengan ekonomi,  pemerintahan, hukum, dan keluarga. Fungsi adaptasi menimbulkan tanggapan terhadap kebutuhan dan lingkungan. Contoh : dalam universitas harus bisa membuat keputusan mengenai cara penggunaan dana, fasilitas, dan personalnya untuk mencapai tujuan pendidikannya. Integrasi berfungsi untuk mengatur subsistem. Contoh : didalam universitas, fakultas, jurusan atau program studi, pusat penelitian, perpustakaan, organisasi mahasiswa, dan sebagainya harus bekerja bersama-sama dalam ikatan dan solidaritas secukupnya untuk mencapai tujuan. Pemeliharaan pola yang tersembunyi, mengacu kepada masalah pemeliharaan pola nilai dan sistem. Contoh: universitas harus mensosialisasikan personalnya kedalam nilai-nilainya organisasi dan memotivasi mereka untuk melaksanakan berbagai tugas yang dipikulkan dipundak mereka.
Keempat fungsi memaksa ini kemudian dihubungkan dengan empat kategori struktural. Sifat fungsi memaksa ini perlu dipahami karena keempat fungsi ini menghubungkan antara struktur dan proses. Menurut Parsons, seluruh proses menimbulkan sejenis perubahan, tetapi kita harus dapat membedakan proses yang mengubah struktur sosial dari proses yang lain. Perubahan adalah tipe proses khusus yang menimbulkan perubahan dalam struktur sosial.
1.    Masalah proses keseimbangan yang terjadi berdasarkan asumsi bahwa pola struktural dari kultur yang mapan adalah sama, dalam arti dianggap tetap konstan.
2.  Masalah perubahan struktural yakni masalah proses yang menimbulkan fundamental dalam sistem sosial.
Tipe terpenting dari proses campuran adalah diferensiasi struktural yang menyebabkan terjadinya perombakan sistem semula dan karenanya menyebabkan terjadinya perubahan struktur secara mendasar dari berbagai subsistem dan antarhubungan berbagai subsistem itu satu sama lain.
Secara keseluruhan ada empat jenis proses menurut Parsons :
1.      Proses keseimbangan, meliputi proses di dalam sistem social.
2.      Perubahan struktural,  mencakup perubahan fundamental dari system.
3.  Diferensiasi struktural, meliputi perubahan satu subsistem atau lebih tetapi tidak menyebabkan perubahan sistem secara keseluruhan.
4.      Evolusi , yakni proses yang melukiskan pola perkembangan masyarakat sepanjang waktu.
Keempat jenis proses ini tentu saja tidak bersifat eksklusif atau saling terpisah. Keseimbangan dalam sistem sosial dapat dianalisis menurut empat hukum:
1.  “prinsip kelembagaan” yang menegaskan kelanggengan laju dan arah suatu proses kecuali bilakekuatan pendorong yang berlawanan menimpa proses itu.
2.     Prinsip aksi dan reaksi yang menegaskan bahwa setiap perubahan arah suatu proses akan diimbangi oleh perubahan lain yang kekuatan pendorongnya dan kekuatan dari arah berlawanannya adalah setara.
3.   Prinsip upaya yang menyatakan bahwa perubahan dalam laju proses sebanding dengan besarnya kekuatan pendorong yang digunakan atau yang diambil.
4.    Prinsip sistem integrasi yang menegaskan bahwa nasip unsur-unsur satu pola tergantung pada nilai unsure tersebut selaku faktor pemersatu.
Keseimbangan adalah konsep keteraturan berdasarkan kondisi khusus seperti diterapkan kepada keadaan internal sebuah sistem empiris dalam hubungan dengan lingkungannya. Keteraturan itu tidaklah terpola secara kaku atau tanpa dapat berubah.
Menurut definisi perubahan stuktural dalam suatu sistem sosial adalah perubahan dalam kultur normatif sistem sosial bersangkutan. Saling ketergantungan unit-unit dalam satu sistem berarti bahwa perubahan fundamental dalam unit tertentu mungkin menimbulkan sejenis perubahan dalam unit lain, dan perubahan ditingkat tertentu sisitem itu mempengaruhi sejenis perubahan ditingkat lain.
Jenis proses ketiga adalah diferensiasi struktural. Pada dasarnya diferensiasi adalah proses yang menyebabkan berjenis-jenis perubahan yang sesuai dengan nilai-nilai dasar masyarakat. Jenis proses keempat yang ditemukan dalam karya Parsons adalah evolusi masyarakat. Parsons menganalisis evolusi sosial ini menurut satu paradigma yang dimulai dengan diferensiasi.
Diferensiasi menimbulkan masalah integrasi. Semakin rumpil sistem sosial, semakin banyak unit yang harus dikoordinasi. Paradigma untuk mempelajari evolusi sosial, mencakup masalah nilai. Pola nilai harus berpengaruh sesuai dengan sifat sistem sosial yang baru muncul.
Empat ciri universal evolusi sosial yang penting bagi semua sistem sosial adalah :
1.      Bentuk komunikasi.
2.      Organisasi kekeluargaan.
3.      Agama, dan
4.      Teknologi ( yang mungkin masih primitif).
Keempat ciri mendasar ini memungkinkan perkembangan evolusi selanjutnya, selama perkembangannya itu masyarakat secara bertahap akan ditandai oleh lima ciri universal lain: sistem stratifikasi, legitimasi kultur terhadap sistem stratifikasi itu, organisasi birokrasi, sistem uang dan pasar, norma universal, dan pemerintahan demokraktis.
Parsons mengemukakan tingkat umum perkembangan evolusi: tingkat primitif, menengah, modern. Perubahan sama sekali tidak pernah mengubah pola, melainkan menghasilkan daya tahan. Untuk menghasilkan daya tahan ini dibutuhkan upaya yang sangat besar. Dalam kenyataannya, kehebatan ketegangan itu sendiri takpernah mendapatkan perubahan secara memadai. Ketegangan mungkin dapat diselesaikan sedemikian, sehingga struktur tetap utuh. Karena itu, sebagai tambahan terhadap ketegangan yang memuncak, perubahan dibantu oleh empat faktor:
1.   Mekanisme yang mampu menghasilkan ketahanan tak terelakan dari pola-pola struktural yang telah melembaga.
2.      Cara bereaksi terhadap ketegangan yang mencakup peluang-peluang konstruktif yang memadai.
3.      Adanya suatu model pola yang telah dilembagakan.
4.   Penggunaan sangsi untuk memberikan ganjaran atas perilaku yang sesuai dengan model atau pola perilaku yang sudah melembaga. Dan dengan demikian nilai-nilai dan kepentingan pribadi akan saling bersesuaian satu sama lain.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dapat muncul baik dari dalam maupun dari luar sistem sosial. Faktor eksogen dari perubahan adalah faktor yang muncul dari sistem sosial lain, organisme, kepribadian, kultur yang berinteraksi dengan sistem sosial. Faktor eksogen utama adalah sistem sosial lain yang berinteraksi dengan sistem sosial bersangkutan, konflik antara dua masyarakat dan perang atau ancaman perang dapat mempengaruhi sistem sosial yang terlibat.
Parsons kurang jelas menerangkan sumber atau faktor yang menyebabkan perubahan. Turner menyatakan bahwa Parson nampaknya memandang evolusi dibimbing oleh hirarki kontrol, terutama oleh komponen informasi. Tanpa kontrol informasi itu, gerakan ketingkat perkembangan selanjutnya dalam rentetan evolusi akan terhalang.

Neil smelser
Smelser tentang revolusi industri, setelah terlebih dahulu mencatat sejumlah kesimpulan umum yang dibuatnya mengenai teori perubahan sosial. Smelser mengidentifikasi sejumlah persoalan yang harus dijelaskan dengan teori perubahan sosial tertentu, dan beberapa diantaranya masih belum dijelaskan dengan derajat ketepatan yang memadai. Salah satu unsur penting teori perubahan sosial adalah spesifikasi variabel-veariabel dependen.
Menurut smelser, faktor yang menentukan perubahan sosial telah dikenal sebagai satu atau beberapa diantara perkara sebagai berikut :
1.      Keadaan struktur untuk berubah.
2.      Dorongan untuk berubah.
3.      Mobilisasi untuk berubah, dan
4.      Pelaksanaan control sosial.
Smelser berjasa mengingatkan kita tentang pentingnya merinci variabel dependen dan variabel independen perubahan sosial. Smelser menganalisis menurut perspektif Parsons dan menerapkan perspektif itu untuk melakukan analisis historis, ia telah mengamati perubahan struktur jangka pendek dan jangka panjang. Berbeda dari perubahan struktur jangka pendek, perubahan struktur jangka panjang menyebabkan perubahan sosial termasuk ketidakmunculan terciptanya kembali dan tak ditatanya kembali peranan sistem sosial yang lama.studinya dipusatkan pada perkara tidak ditatanya kembali peranan sistem sosial yang lamanya ini.
Smelser menemukan tujuh langkah dalam urutan perubahan :
1.   Ketidakpuasan yang berasal dari kegagalan pencapain tujuan yang menghasilkan dan dari kesadaran tentang kemungkinan perubahan.
2.   Kekacauan psikis dalam bentuk berbagai reaksi emosional dan aspirasi yang tidak tepat dilihat dari sudut penyelesaian masalah.
3.      Penggunaan energi yang dikeluarkan di langkah kedua diatas semakin rasional dalam upaya menyadari maksud dari sistem nilai yang ada.
4.  Tingkat perumusan gagasan, dimana ide-ide dibangkitkan secara berlimpah tanpa seorangpun mau bertanggungjawab atau memikul akibatnya.
5.    Upaya menetapakan ide-ide dan pola institutional khusu yang akan dilaksanakan.
6.    Pelaksanaan perubahan oleh individu atau kelompok, dan pelaksanaannya diberi sanksi sesuai dengan nilai yang ada.
7.      Rutinisasi perubahan yang dapat diterima.
    Kata smelser, ketujuh langkah diatas hanyalah “kotak kosong” dan harus diisi dengan sistem sosial tertentu yang menjadi sasaran analisis. Untuk kasus perubahan masyarakat industri, pengisiannya, menghasilkan urutan perubahan sebagai berikut :
1.    Ketidakpuasan yang berasal dari kegagalan untuk mencapai tingkat produktivitas yang memuaskan dan dari kesadaran tentang potensi untuk mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
2.      Gangguan psikis dalam bentuk reaksi emosional menyimpang yang tepat aspirasi yang tidak realistis.
3.     Penyelesaian ketegangan secara tersembunyi dan mobilisasi sumber-sumber pendorong dalam upaya untuk menyadari implikasi system nilai yang ada.
4.  Mendorong dan membangkitkan ide sebanyak-banyaknya tanpa menetapkan tanggungjawab bagi pelaksanaannya atau akibat-akibatnya.
5.   Menetapkan ide-ide khusus sehingga wiraswatawan akan mengakibatkan diri mereka sendiri dengan ide-ide itu.
6.      Pelaksanaan perubahan oleh wiraswatan yang diberi ganjaran dengan keuntungan atau dihukum dengan kerugian keuangan sebagai tanggapan konsumen atau pembaharuan yang mereka lakukan.
7.  Rutinisasi melalui penerimaan keuntungan sebagai bagian taraf hidup dan penerimaan perusahaan mereka menjadi fungsi produksi yang rutin. Ketujuhnya tak dapat dianggap sebagai tingkatan yang mempunyai cirri-ciri tertentu (discrete). Artinya, ketidakpuasan tidak lenyap dengan kemunculan gangguan psikis.
      PERDEBATAN SENGIT PENAFSIRAN ATAU PEMBAYANGAN
   Parsons menegaskan pentingnya memahami perubahan serta Smelser telah menunjukkan perspektifdengan menerapkan pada analisis khusus tentang perubahan. Perspektif evolusi Parsons lebih banyak menyediakan konsep dan kategori yang melukiskan cirri-ciri berbagai tingkatan perubahan ketimbang menyediakan sebuah teori perubahan sosial. Seperti yang dirumuskan semula, fungsionalisme-struktural tidak mendorong orang untuk mempelajari perubahan. Hukum perubahan dan keberhasilan yang lamban dipandang sebagai penyimpangan dan pengalaman yang menggocangkan jiwa. Ide Parsons nampaknya lebih bermanfaat untuk melukiskan fase-fase daripada untuk memahami mekanisme yang menggerakkan proses perubahan. Parsons telah mencoba menerangkan perubahan, rupanya berasal dari dua sumber, realitas dari dunia yang berubah dan sejumlah kritik yang telah ditumpukkan kepada kepemikiran aliran fungsional. Ada beberapa ide yang berguna di dalam fungsionalisme structural, namun kontribusinya untuk memahami perubahan kecil sekali.
H. Lauer, Robert. 1993. Perpektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rineka Cipta