Rabu, 05 Oktober 2011

Teori Perubahan Siklus


POLA PERUBAHAN SOSIOSTRUKTURAL

Pitirim A. Sorokin (1889-1968) adalah contoh pemikir terakhir yang kita kemukakan, yang melihat berbagai lingkaran dalam proses historis. Sorokin menggunakan metode yang disebutnya “logika penuh arti” (logico-meaningful).­­­­
-     
Pitirim Sorokin mensinyalir bahwa perubahan sosial berlainan dengan kemajuan sosial, sebab belum tentu perubahan sosial menjadikan masyarakat tersebut maju, misalnya ditemukannya penibahan manusia berbusana kearah yang Ionggar dan terbuka apa bedanya dengan masyarakat keterbelakangan yang belum mengenal pakaian sebagai alat glamour, yang berlebihan tetapi kurang memahami adakah kemajuan atau kemandegan, atau bahkan kemunduran yang mereka lakukan. Sorokin mensinyalir lebih jauh bahwa perubahan kepercayaan, perubahan budaya, perubahan seni yang dilakukan manusia lebih bersifat coba-coba, untuk mencari keserasian dalam hidupnya. Mereka tidak dalam pengertian maju, sebab berbincang tentang kemajuan haruslah menyangkut evaluasi, padahal perubahan sosial yang dilakukan bukan berdasar evaluasi untuk lebih maju, lebih banyak hanya sekedar menghindari kejenuhan dan kebosanan belaka. Bahkan lebih tandas Sorokin berpendapat bahwa perubahan sosial yang bersifat siklus disebabkan ‘fungsi sosial’ masyarakat belaka, yang akhirnya kembali kekeadaan semula, awal siklus terjadi (Eshleman 1983).
-          
Disamping itu Sorokin dalam teorinya Social and Cultural Dynaynics mencoba membagi tahapan perubahan sosial/ Tahapan budaya dalam tiga tahap yang berputar tanpa akhir.

Ketiga perubahan tahap itu adalah :
a. Kebudayaan ideasional (ideational cultur) yang didasarkan atas nilai-nilai adikodrati (supernatural) ;
b. Kebudayaan idealistis (idealistic cullctur) didasarkanatas unsur adikodrati dan fakta-fakta nyata guna mencapai masyarakat yang ideal; dan
c. Kebudayaan sensasi (sensate cultur) memberikan tolak-banding ukir antara fakta dan tujuan hidup. Sorokin menilai kebudayaan barat saat itu telah mencapai tahapan ke-3, sehingga telah rapuh dan akan terjadi siklus ke tahapan pertama, kembali menjadi tahap kebudayaan ideasional.
Sorokin memusatkan perhatiannya pada tingkat budaya, dengan menekankan pada arti, nilai, norma dan symbol sebagai kunci untuk memahami kenyataan social-budaya. Sorokin juga menekankan adanya saling ketergantungan antara pola-pola budaya. Ia percaya bahwa masyarakat adalah suatu sistem interaksi dan kepribadian individual.
Tingkat tertinggi integrasi sistem-sistem sosial yang paling mungkin didasari pada seperangkat arti, nilai, norma hukum yang secara logis dan konsisten mengatur interaksi antara kepribadian-kepribadian yang ada didalam masyarakat. Tingkat yang paling rendah dimana kenyataan sosial-budaya dapat dianalisa pada tingkat interaksi antara 2 orang atau lebih.
Sorokin mengemukakan teori yang berlainan, ia menerima teori siklus seperti hukum fatum ala Oswald Spengler dalam karya yang berpengaruhnya Der Untergang des Abendlandes (Decline of  the West) atau Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa yang didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan  dalam segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum.
Sorokin menilai gerak sejarah dengan gaya, irama dan corak ragam yang kaya raya dipermudah, dipersingkat dan disederhanakan sehingga menjadi teori siklus. Sorokin menyatakan bahwa gerak sejarah menunjukkan fluctuation of age to age, yaitu naik turun, pasang surut, timbul tenggelam. Ia menyatakan adanya cultural universal dan di dalam alam kebudayaan itu terdapat masyarakat dan aliran kebudayaan. Di alam yang luas ini terdapat 3 tipe yang tertentu, yaitu:
a.       ideational, mempunyai dasar pemikiran bahwa kenyataan itu bersifat nonmaterial, transenden dan tidak dapat ditangkap oleh panca indera. Dunia dianggap sebagai suatu ilusi, sementara, dan tergantung pada dunia transenden atau sebagai aspek kenyataan yang tidak nyata , tidak sempurna, tidak lengkap. Kenyataan adalah sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan atau nirwana. Kata kunci adalah kerohanian, ketuhanan, keagamaan, kepercayaan.
Ideational                                                                                                                 
1.      Menyatakan bahwa Tuhan sebagai realitas tertinggi dan nilai terbenar
2.      Dunia dipandang sebagai ilusi, sementara, dan tak lengkap.
3.      Sistem ini terbagi atas:
·         Ideasional asketik, mengurangi kebutuhan duniawi supaya mudah diserap ke dalam dunia transenden.
  • Ideasional aktif, mengurangi kebutuhan duniawi sekaligus mengubahnya agar selaras dengan dunia transenden.
b.      sensate, dasar pemikirannya adalah dnia materil yang ada disekitar kita adalah satu-satunya kenyataan yang ada. Keberadaan kenyataan yang adi insrawi atau yang trasenden disangkal. Kata kunci adalah serba jasmaniah, mengenai keduniawian, berpusat pada panca indera.
Sensate
1.      Dunia nyata adalah realitas tertinggi, satu-satunya kenyataan yang ada.
2.      Sistem ini terbagi atas:
  • Inderawi aktif, usaha aktif utk mengubah dunia fisik guna memenuhi kepuasan dan kesenangan manusia.
  • Inderawi pasif, menikmati kesenangan duniawi tanpa memperhatikan tujuan jangka panjang.
  • Inderawi sinis, pengejaran tujuan duniawi dibenarkan oleh rasionalisasi idealistic.
c.       perpaduan antara ideational-sensate, dasar pemikirannya adalah perpaduan antara kedua hal diatas (Ideational dan Sensate). Kata kunci adalah suatu kompromis.
Ideational-Sensate        
1.      Suatu usaha Kompromis.
2.      Sistem ini terbagi atas:
  • Kebudayaan Idealistis, dasar pemikiran antara ideational dan sensate secara sistematis dan logis saling berhubungan.
  • Kebudayaan Ideasional Tiruan, kedua dasar pemikiran antara ideasional dan sensate saling berlawanan tidak teritegrasi secara sistematis namun hidup berdampingan.
Tiga jenis kebudayaan adalah suatu cara untuk menghargai atau menentukan nilai suatu kebudayaan. Menurut Sorokin tidak terdapat hari akhir seperti pendapat Agustinus, tidak ada pula kehancuran seperti pendapat Spengler. Ia hanya melukiskan perubahan-perubahan dalam tubuh kebudayaan yang menentukan sifatnya untuk sementara waktu.
Apabila sifat ideational dipandang lebih tinggi dari sensate dan sifat idealistic ditempatkan diantaranya, maka terdapat gambaran naik-turun, timbul-tenggelam dan pasang-suruta dalam gerak sejarah tidak menunjukkan irama dan gaya yang tetap dan tertentu. Sorokin dalam menafsirkan gerak sejarah tidak mencari pangkal gerak sejarah atau muara gerak sejarah, ia hanya melukiskan prosesnya atau jalannya gerak sejarah.
Menurut Sorotin terdapat aspek kualitatif dan aspek kuantitatif dari pertumbuhan dan kemunduran sistem sosiokultural. Untuk memahaminya diperlukan pemahaman 3 komponen sistem sosiokultural empiris, yakni sistem makna, mesin dan agen kemanusiaannya. Sorokin berpendapat bahwa pertumbuhan kuantitatif terutama mengacu kepada peningkatan kuantitatif wahana atau agen atau keduanya. Pertumbuhan kualitatif, mencakup berbagai peningkatan/perbaikan sistem makna, wahana dan agennya/ketiganya. Pertumbuhan kualitatif ini disebut disebut sorokin sebagai tingkat perkembangan masyarakat yang terwujud dengan sendirinya pada tingkat individual.

Gejala perpecahan yang agak seragam dalam sistem sosiokultural adalah penggantian kebesaran kuantitatif dengan kemuliaan kualitas. Sorokin melihat penurunan kualitatif sejalan dengan peningkatan kuantitatif. Sebuah sistem akan mati, jika sistem maknanya semakin memburuk sehingga tidak diakui lagi/jika wahana, agen kemanusiaan/keduanya lenyap sama sekali.

Sorokin berpendapat, bahwa pertama didalam sistem yang terintegrasi dengan erat, perubahan akan terjadi secara keseluruhan, seluruh bagian akan berubah bersama. Kedua, terjadi di beberapa bagian tertentu tanpa terjadi dibagian lain. Ketiga, jika suatu kultur hanya merupakan pengelompokan semata maka setiap bagian mungkin berubah tanpa mempengaruhi bagian lainnya. Keempat, jika kultur itu tersusun dari sejumlah sistem dan kumpulan yang hidup berdampingan secara damai, maka kultur itu akan berubah secara berbeda disetiap bagian yang berbeda.  Berbagai unsur akan berubah, baik serentak / terpisah, tergantung pada tingkat integrasi berbagai unsur itu.

Sorokin mengemukakan 3 kemungkinan penjelasan mengenai perubahan sosiokultural. Pertama, perubahan mungkin diakibatkan faktor eksternal terhadap sistem sosiokultural. Kedua, teori keabdian. Perubahan terjadi karena faktor internal yang ada didalam sistem itu sendiri. Sistem itu sendirilah yang bersifat berubah: “sistem tak dapat membantu perubahan, meskipun semua kondisi eksternal tetap”. Ketiga, mencari penyebab perubahan baik pada faktor internal maupun eksternal.
Ia menandaskan setiap sistem sosiokultural tertentu jelas akan mengalami perubahan akibat aktivitasnya sendiri: setiap sistem yang hidup dan aktif, slalu berubah. Di tahun 1941 ia menulis: “krisis kemanusiaan bukanlah diciptakan Hitler, Stalin Mussolini, krisis yang sudah ada itulah yang menciptakan mereka menjadi alatnya dan menjadi bonekanya.
Kelemahan utama sorokin adalah kurangnya perhatian pada faktor sosial-psikologis. Peran manusia dalam membentuk masa depannya sedikit sekali dalam sistem berfikir Sorokin. Tetapi, penekannya pada pemahaman antar hubungan fenomena sosial yang mengalami perubahan, dan pemahamannya terhadap metodologi ilmiah yang benar, membantu kita dalam studi untuk memahami perubahan sosial. 

-          Akibat perubahan sosial
Perubahan sosial yang diinginkan masyarakat ke arah kestabilan, bukan sekedar berubah yang hasilnya mungkin lebih baik situasinya, tetapi mungkin juga lebih jelek yang terjadi. Maka jawaban akhir dari perubahan sosial, sintesanya adalah aktualisasi masyarakat yang stabil dalam situasi ekonomi, budaya, politik yang lebih baik. Stabil jauh dan kacau balau (chaotic), mungkin berupa tindakan tegas, hukum yang ketat, namun dapat dan masyarakat dalam membangun. Sehingga diperlukan wujud perencanaan yang mantap, tajam dan dalam jangka waktu lama.

2 komentar:

  1. boleh minta sumbernya gak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. ini sumbernya:
      h. lauer, robert. Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta : Rineka Cipta
      http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2010/07/29/pitirim-a-sorokin/
      http://www.scribd.com/doc/52212201/ARTI-PERUBAHAN-SOSIAL-makalah

      Hapus