Sejarah Evolusi Kehidupan

Sejarah evolusi kehidupan

Evolusi secara sederhana didefinisikan sebagai perubahan pada sifat-sifat atau frekuensi gen suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Asal usul kehidupan

Asal usul kehidupan merupakan pembuka evolusi biologis, namun pemahaman terhadap evolusi yang terjadi seketika organisme muncul dan investigasi bagaimana ini terjadi tidak tergantung pada pemahaman bagaimana kehidupan dimulai. Konsensus ilmiah saat ini adalah bahwa senyawa biokimia yang kompleks, yang menyusus kehidupan, berasal dari reaksi kimia yang lebih sederhana. Namun belumlah jelas bagaimana ia terjadi. Tidak begitu pasti bagaimana perkembangan kehidupan yang paling awal, struktur kehidupan pertama, ataupun identitas dan ciri-ciri dari leluhur universal terakhir dan lungkang gen leluhur. Oleh karena itu, tidak terdapat konsensus ilmiah yang pasti bagaimana kehidupan dimulai, namun terdapat beberapa proposal yang melibatkan molekul swa-replikasi (misalnya RNA) dan perakitan sel sederhana.

Nenek moyang bersama

Hominoid merupakan keturunan dari nenek moyang yang sama.
Semua organisme di bumi merupakan keturunan dari leluhur atau lungkang gen leluhur yang sama. Spesies masa kini yang juga berada dalam proses evolusi dengan keanekaragamannya merupakan hasil dari rentetan peristiwa spesiasi dan kepunahan.Nenek moyang bersama organisme pertama kali dideduksi dari empat fakta sederhana mengenai organisme. Pertama, bahwa organisme-organisme memiliki distribusi geografi yang tidak dapat dijelaskan dengan adaptasi lokal. Kedua, bentuk keanekaragaman hayati tidaklah berupa organisme yang berbeda sama sekali satu sama lainnya, melainkan berupa organisme yang memiliki kemiripan morfologis satu sama lainnya. Ketiga, sifat-sifat vestigial dengan fungsi yang tidak jelas memiliki kemiripan dengan sifat leluhur yang berfungsi jelas. Terakhir, organisme-organisme dapat diklasifikasikan berdasarkan kemiripan ini ke dalam kelompok-kelompok hirarkis.
Spesies-spesies lampau juga meninggalkan catatan sejarah evolusi mereka. Fosil, bersama dengan anatomi yang dapat dibandingkan dengan organisme sekarang, merupakan catatan morfologi dan anatomi. Dengan membandingkan anatomi spesies yang sudah punah dengan spesies modern, ahli paleontologi dapat menarik garis keturunan spesies tersebut. Namun pendekatan ini hanya berhasil pada organisme-organisme yang mempunyai bagian tubuh yang keras, seperti cangkang, kerangka, atau gigi. Lebih lanjut lagi, karena prokariota seperti bakteri dan arkaea hanya memiliki kemiripan morfologi bersama yang terbatas, fosil-fosil prokariota tidak memberikan informasi mengenai leluhurnya.
Baru-baru ini, bukti nenek moyang bersama datang dari kajian kemiripan biokimia antar spesies. Sebagai contoh, semua sel hidup di dunia ini mempunyai set dasar nukleotida dan asam amino yang sama. Perkembangan genetika molekuler telah menyingkap catatan evolusi yang tertinggal pada genom organisme, sehingga dapat diketahui kapan spesies berdivergen melalui jam molekul yang dihasilkan oleh mutasi. Sebagai contoh, perbandingan urutan DNA ini telah menyingkap kekerabatan genetika antara manusia dengan simpanse dan kapan nenek moyang bersama kedua spesies ini pernah ada.

Evolusi kehidupan

Pohon evolusi yang menunjukkan divergensi spesies-spesies modern dari nenek moyang bersama yang berada di tengah Tiga domain diwarnai berbeda, dengan warna biru adalah bakteri, hijau adalah arkaea, dan merah adalah eukariota.
Walaupun terdapat ketidakpastian bagaimana kehidupan bermula, adalah umumnya diterima bahwa prokariota hidup di bumi sekitar 3–4 milyar tahun yang lalu. Tidak terdapat perubahan yang banyak pada morfologi atau organisasi sel yang terjadi pada organisme ini selama beberapa milyar tahun ke depan.
Eukariota merupakan perkembangan besar pada evolusi sel. Ia berasal dari bakteri purba yang ditelan oleh leluhur sel prokariotik dalam asosiasi kooperatif yang disebut endosimbiosis. Bakteri yang ditelan dan sel inang kemudian menjalani koevolusi, dengan bakteri berevolusi menjadi mitokondria ataupun hidrogenosom. Penelanan kedua secara terpisah pada organisme yang mirip dengan sianobakteri mengakibatkan pembentukan kloroplas pada ganggang dan tumbuhan. Tidaklah diketahui kapan sel pertama eukariotik muncul, walaupun sel-sel ini muncul sekitar 1,6 - 2,7 milyar tahun yang lalu.
Sejarah kehidupan masih berupa eukariota, prokariota, dan arkaea bersel tunggal sampai sekitar 610 milyar tahun yang lalu, ketika organisme multisel mulai muncul di samudra pada periode Ediakara. Evolusi multiselularitas terjadi pada banyak peristiwa yang terpisah, terjadi pada organisme yang beranekaragam seperti bunga karang, ganggang coklat, sianobakteri, jamur lendir, dan miksobakteri.
Segera sesudah kemunculan organisme multisel, sejumlah besar keanekaragaman biologis muncul dalam jangka waktu lebih dari sekitar 10 juta tahun pada perstiwa yang dikenal sebagai ledakan Kambria. Pada masa ini, mayoritas jenis hewan modern muncul pada catatan fosil, demikian pula garis silsilah hewan yang telah punah. Beberapa faktor pendorong ledakan Kambria telah diajukan, meliputi akumulasi oksigen pada atmosfer dari fotosintesis. Sekitar 500 juta tahun yang lalu, tumbuhan dan fungi mengkolonisasi daratan, dan dengan segera diikuti oleh arthropoda dan hewan lainnya. Hewan amfibi pertama kali muncul sekitar 300 juta tahun yang lalu, diikuti amniota, kemudian mamalia sekitar 200 juta tahun yang lalu, dan aves sekitar 100 juta tahun yang lalu. Namun, walaupun terdapat evolusi hewan besar, organisme-organisme yang mirip dengan organisme awal proses evolusi tetap mendominasi bumi, dengan mayoritas biomassa dan spesies bumi berupa prokariota.

Kontroversi Sosial akan Evolusi

Seiring dengan penerimaan "Darwinisme" yang meluas pada 1870-an, karikatur Charles Darwin dengan tubuh kera atau monyet menyimbolkan evolusi.
Pada abad ke-19, terutama semenjak penerbitan buku Darwin "The Origin of Species", pemikiran bahwa kehidupan berevolusi mendapat banyak kritik dan menjadi tema yang kontroversial. Namun demikian, kontroversi ini pada umumnya berkisar pada implikasi teori evolusi di bidang filsafat, sosial, dan agama. Di dalam komunitas ilmuwan, fakta bahwa organisme berevolusi telah diterima secara luas dan tidak mendapat tantangan. Walaupun demikian, evolusi masih menjadi konsep yang diperdebatkan oleh beberapa kelompok agama.

Manakala berbagai kelompok agama berusaha menyambungkan ajaran mereka dengan teori evolusi melalui berbagai konsep evolusi teistik, terdapat banyak pendukung ciptaanisme yang percaya bahwa evolusi berkontradiksi dengan mitos penciptaan yang ditemukan pada ajaran agama mereka Seperti yang sudah diprediksi oleh Darwin, implikasi yang paling kontroversial adalah asal usul manusia. Di beberapa negara, terutama di Amerika Serikat, pertentangan antara agama dan sains telah mendorong kontroversi penciptaan-evolusi, konflik keagamaan yang berfokus pada politik dan pendidikan. Manakala bidang-bidang sains lainnya seperti kosmologi dan ilmu bumi juga bertentangan dengan interpretasi literal banyak teks keagamaan, biologi evolusioner mendapatkan oposisi yang lebih signifikan.
Beberapa contoh kontroversi tak beralasan yang diasosiasikan dengan teori evolusi adalah "Darwinisme sosial", istilah yang diberikan kepada teori Malthusianisme yang dikembangkan oleh Herbert Spencer mengenai sintasan yang terbugar (survival of the fittest) dalam masyarakat, dan oleh lainnya mengklaim bahwa kesenjangan sosial, rasisme, dan imperialisme oleh karena itu dibenarkan. Namun, pemikiran-pemikiran ini berkontradiksi dengan pandangan Darwin itu sendiri, dan ilmuwan berserta filsuf kontemporer menganggap pemikiran ini bukanlah amanat
Aplikasi utama evolusi pada bidang teknologi adalah seleksi buatan, yakni seleksi terhadap sifat-sifat tertentu pada sebuah populasi organisme yang disengajakan. Manusia selama beberapa ribu tahun telah menggunakan seleksi buatan pada domestikasi tumbuhan dan hewan. Baru-baru ini, seleksi buatan seperti ini telah menjadi bagian penting dalam rekayasa genetika, dengan penanda terseleksi seperti gen resistansi antibiotik digunakan untuk memanipulasi DNA pada biologi molekuler.
FOKUS: Rasisme Darwin
Salah satu aspek diri Darwin yang terpenting namun tidak banyak diketahui adalah pandangan rasisnya: Darwin menganggap orang-orang kulit putih Eropa lebih "maju" dibandingkan ras-ras manusia lainnya. Selain beranggapan bahwa manusia adalah makhluk mirip kera yang telah berevolusi, Darwin juga ber-pendapat bahwa beberapa ras manusia berkembang lebih maju dibandingkan ras-ras lain, dan ras-ras terbelakang ini masih memiliki sifat kera. Dalam bukunya The Descent of Man yang diterbitkannya setelah The Origin of Species, dengan berani ia berkomentar tentang "perbedaan-perbedaan besar antara manusia dari beragam ras".1 Dalam bukunya tersebut, Darwin berpendapat bahwa orang-orang kulit hitam dan orang Aborigin Australia sama dengan gorila, dan berkesimpulan bahwa mereka lambat laun akan "disingkirkan" oleh "ras-ras beradab". Ia berkata:
Di masa mendatang, tidak sampai berabad-abad lagi, ras-ras manusia beradab hampir dipastikan akan memusnahkan dan menggantikan ras-ras biadab di seluruh dunia. Pada saat yang sama, kera-kera antropomorfus (menyerupai manusia)... tak diragukan lagi akan musnah. Selanjutnya jarak antara manusia dengan padanan terdekatnya akan lebih lebar, karena jarak ini akan memisahkan manusia dalam keadaan yang lebih beradab - kita dapat berharap bahkan lebih dari Kaukasian - dengan jenis-jenis kera serendah babun, tidak seperti sekarang yang hanya memisahkan negro atau penduduk asli Australia dengan gorila.2
Pendapat-pendapat Darwin yang tidak masuk akal ini tidak hanya dijadikan teori, tetapi juga diposisikan sebagai "dasar ilmiah" paling penting bagi rasisme. Dengan asumsi bahwa makhluk hidup berevolusi ketika berjuang mempertahankan hidup, Darwinisme bahkan dimasukkan ke dalam ilmu-ilmu sosial, dan dijadikan sebuah konsep yang kemudian dinamakan "Darwinisme Sosial".
Darwinisme Sosial berpendapat bahwa ras-ras manusia berada pada tingkatan berbeda-beda pada "tangga evolusi", dan ras-ras Eropa adalah yang paling "maju" di antara semua ras, sedangkan ras-ras lain masih memiliki ciri-ciri "kera".






EVOLUSI CIRI-CIRI BIOLOGI

D

alam proses evolusi ciri-ciri biologi,bentuk-bentuk yang baru lahir sebagai proses percabangan dari bentuk-bentuk makhlukyang lebih  tua. Dalam proses ini,ciri-ciri biologi yang baru berwujud pada organisme suatu makhluk tertentu dan menyebabkan terjadinya bentuk yang agak berbeda dari bentuk organisme  induk yang lama dan terus berubah dalam jangka waktu yang cukup lama,perbedaan bentuk organisme induk yang lama dengan makhluk cabang yang baru makin lama makin besar.
            Proses evolusi menurut para ahli biologi dapat di bagi ke dalam tiga golongan :
1). Proses mutasi
Mutasi adalah suatu proses dari dalam organisme. Suatu gen yang telah lama diturunkan dari generasi ke generasi beribu tahun lamanya akan membentuk zigot yang baru dan sifatnya akan sedikit berubah. Akibatnya individu baru yang tumbuh dari zigot tesebut akan membentuk suatu cirri tubuh baru yang tidak ada pada nenek-nenek moyangnya.
2). Proses seleksi dan adaptasi
            Seleksi dan adaptasi adalah suatu proses evolusi yang berasal dari alam sektar. Menurut para ahli, banyak ciri baru yang terjadi karena mutasi pada kelompok-kelompok manusia tersebut terbukti lebih cocok dengan alam sekitar yang juga selalu berubah-ubah. Individu yang mempunyai ciri-ciri lama dengan lambat laun akan berkurang angka-

angka kelahirannya dan akhirnya akan punah.
3). Proses menghilangnya gen secara kebetulan (random genetic drift)
            Menghilangnya gen tertentu disebabkan oleh peristiwa yang tidak berasal dari dalam organism atau dari alam sekitar tetapi disbabkan oleh peristiwa-peristiwa  kebetulan. Contoh: dalam kelompok manusia yang mempunyai rambut keriting dan beberapa individu yang mengandung gen resesif untuk rambut kejur akan memisahkan diri dari kelompok induk dan dapat menyebabkan timbulnya individu-individu yang secara lahir juga mempunyai rambut kejur. Dan sebaliknya, dalam kelompok induk, gen untuk rambut kejur sudah hilang.


Evolusi primat dan manusia
            Manusia merupakan suatu jenis makhluk yang telah bercabang melalui proses evolusi dari semacam makhluk primat. Primat muncul sebagai bagian dari radiasi adaptif secara besar-besaran yang lebih dari seratus juta tahun sesudah munculnya mamalia yang pertama. Alasan versifikasi mamalia terjadi begitu lambat karena kebanyakan ceruk ekologos yamg menjadi kediaman mereka tidak ada sebelum tumbuh-tumbuhan berbunga tersebar kemana-mana sekitar 75 juta tahun yang lalu karena reptil-reptil telah menggunduli ceruk-ceruk lainnya.
            Primat yang pertama adalah pemakan serangga dan hidup di pepohonan dan ciri-ciri dari semua primat lahir sebagai adaptasi pada lingkungan untuk hidup di pepohonan. Meskipun ada primat yang tidak lagi hidup di pohon-pohon tetapi sudah pasti bahwa semua adaptasi yang berevolusi kehidupan di pohon ini merupakan adaptasi pada pendayagunaan daerah adaptif yang sekarang didiami oleh haminida. Primat yang tertua, seperti diwakili oleh plesiadapis, telah lahir kira-kira 65 juta tahun yang lalu pada jaman paleocen dan merupakan makhluk pepohonan yang kecil. Lemur-lemur adapis dan notharctus berkembang pada jaman eocen, seperti juga banyak jenis (spesies) tarsier. Menjelang jaman oligocen, yang mulai sekitar 38 juta tahun yang lalu sudah terdapat monyet benua lama yang kecil dan kera yang primitif. Penemuan fosil-fosil jaman oligocen  tampaknya menunjukkan bahwa evolusi monyet dan kera menjurus ke arah yang berbeda pada sejak awal mula. Pada jaman miocen, kera berkembang biak dan menyebar di berbagai bagian benua lama pliopithecus, kera fosil yang kecil muncul sekita 20 juta tahun yang lalu. Kera yang sedikit lebih besar ialah drypithecus yang oleh para sarjana ada hubungannya dengan nenek moyang pongida dan hominida jaman sekarang.
            Yang berhubungan erat dengan dryopithecus dan mungkin keturunannya ialah ramapithecina, yang muncul kira-kira 15 juta tahun yang lalu. Terutama atas dasar gigi-giginya, banyak ilmuan menduga bahwa nenek moyang hominida harus dicari diantara anggota-anggota kelompok ini. Setidak-tidaknya beberapa populasi ramapithecina hidup dalam situasi dimana terdapat tanatangan selektif untuk mengubah makhluk seperti itu menjadi hominida primitif.

Bentuk-bentuk manusia tertua
Bumi Indonesia telah memberikan banyak sumbangan kepada dunia ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah asal mula manusia, Karena terdapat bekas-bekas manusia tertua.
Dalam tahun1898,seorang dokter Belanda,Eugene Du Bee Bois telah mendapatkan di lembah sungai bengawan solo,deket desa Kedung Brubus,dan di dekat desa Trinil di Jawa Timur,sekelompok tengkorak atas,rahang bawah dan sebuah tulang paha. Tengkorak atas seolah-olah sebuah  tengkorak  seekor kera besar. Isi otaknya jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kera manapun yang terkenal sekarang,akan tetapi akan lebih kecil dibandingkan dengan isi otak manusia (800 cc,sedangkan isi otak manusia rata-rata berukuran 1500 cc),gigi-giginya pun menunjukkan sifat manusia sedangkan bentuk tulang pahanya menunjukkan bahwa makhluk itu berdiri tegak. Du Bois memberikan nama Pithecanthropus erectus (manusia kera yang berjalan tegak).
Ahli Paleoanthropologi Indonesia,Teuku Jacob,yang meneliti keempat belas fosil Pithecanthropus yang terdiri dari 12 tengkorak dan 2 tibia,di dekat desa  Ngandong menyebutnya Pithecanthropus soloensis.
Dua penemuan lain pada 1936 di desa Perning dekat Majakerta dan di desa Sangiran dekat Surakarta,mempunyai arti khusus karena kedua fosil tadi terletak sebagai deposit sekunder dalam lapisan Pleistosen tetapi di bagian yang sangat tua (Lower Pleistocene),dan diperkirakan berumur kira-kira dua juta tahun. Fosil-fosil itu di sebut Pithecanthropus Majakertansis.
Penemuan lain oleh G.H.R.Von Koningswald dalam tahun 1941 di dekat desa Sangiran dalam lapisan bumi Pleistosentua suatu fosil yang berupa bagian rahang bawah yang bersifat rahang manusia,tetapi yang ukurannya luar biasa besarnya melebihi gorilla laki-laki dan oleh para ahli disebut Meganthropus Paleojavanicus. Oleh para ahli, makhluk yang meninggallkan bekas-bekas  penggalin yang berturut-turut disebut Pithecanthropus Pekinensis.




Akibat evolusi

Evolusi mempengaruhi setiap aspek dari bentuk dan perilaku organisme. Yang paling terlihat adalah adaptasi perilaku dan fisik yang diakibatkan oleh seleksi alam. Adaptasi-adaptasi ini meningkatkan kebugaran dengan membantu aktivitas seperti menemukan makanan, menghindari predator, dan menarik lawan jenis. Organisme juga dapat merespon terhadap seleksi dengan berkooperasi satu sama lainnya, biasanya dengan saling membantu dalam simbiosis. Dalam jangka waktu yang lama, evolusi menghasilkan spesies yang baru melalui pemisahan populasi leluhur organisme menjadi kelompok baru yang tidak akan bercampur kawin.
Akibat evolusi kadang-kadang dibagi menjadi makroevolusi dan mikroevolusi. Makroevolusi adalah evolusi yang terjadi pada tingkat di atas spesies, seperti kepunahan dan spesiasi. Sedangkan mikroevolusi adalah perubahan evolusioner yang kecil, seperti adaptasi yang terjadi dalam spesies atau populasi. Secara umum, makroevolusi dianggap sebagai akibat jangka panjang dari mikroevolusi. Sehingga perbedaan antara mikroevolusi dengan makroevolusi tidaklah begitu banyak terkecuali pada waktu yang terlibat dalam proses tersebut. Namun, pada makroevolusi, sifat-sifat keseluruhan spesies adalah penting. Misalnya, variasi dalam jumlah besar di antara individu mengijinkan suatu spesies secara cepat beradaptasi terhadap habitat yang baru, mengurangi kemungkinan terjadinya kepunahan. Sedangkan kisaran geografi yang luas meningkatkan kemungkinan spesiasi dengan membuat sebagian populasi menjadi terisolasi. Dalam pengertian ini, mikroevolusi dan makroevolusi dapat melibatkan seleksi pada tingkat-tingkat yang berbeda, dengan mikroevolusi bekerja pada gen dan organisme, versus makroevolusi yang bekerja pada keseluruhan spesies dan mempengaruhi laju spesiasi dan kepunahan.
Terdapat sebuah miskonsepsi bahwa evolusi bersifat "progresif", namun seleksi alam tidaklah memiliki tujuan jangka panjang dan tidak perlulah menghasilkan kompleksitas yang lebih besar. Walaupun spesies kompleks berkembang dari evolusi, hal ini terjadi sebagai efek samping dari jumlah organisme yang meningkat, dan bentuk kehidupan yang sederhana tetap lebih umum. Sebagai contoh, mayoritas besar spesies adalah prokariota mikroskopis yang membentuk setengah biomassa dunia walaupun bentuknya yang kecil, serta merupakan mayoritas pada biodiversitas bumi. Organisme sederhana oleh karenanya merupakan bentuk kehidupan yang dominan di bumi dalam sejarahnya sampai sekarang. Kehidupan kompleks tampaknya lebih beranekaragam karena ia lebih mudah diamati.

DAFTAR PUSTAKA

M.,Idianto.2004.Sosiologi  SMA.Jakarta:Erlangga
Koentjaraningrat.1990.Pengantar Ilmu Anthropologi.Jakarta:PT RINEKA CIPTA