Minggu, 16 Oktober 2011

Teori Fungsional-Struktural

Van den Berghe merangkum 7 ciri umum perspektif :
1.    Masyarakat harus dianalisis selaku keseluruhan, selaku “system yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan”.
2.      Hubungan sebab dan akibatnya bersifat “jamak dan timbal-balik”.
3.  System sosial senantiasa berada dalam keadaan “keseimbangan dinamis”, penyesuaian terhadap kekuasaan yang menimpa system menimbulkan perubahan minimal di dalam sistem itu.
4.  Integrasi sempurna tak pernah terwujud, setiap sistem mengalami ketegangan dan penyimpangan namun cenderung dinetralisir melalui institusionalisasi.
5.    Perubahan pola dasarnya berlangsung secara lambat, lebih merupakan proses penyesuaian ketimbang perubahan revosioner.
6.  Perubahan adalah hasil penyesuaian atas perubahan yang terjadi diluar sistem, perubahan melalui diferensiasi, dan melalui penemuan-penemuan internal.
7.      Masyarakat terintegrasi melalui nilai-nilai bersama.

PERUBAHAN SISTEM
Telcott Parsons
Pandangan parsons mengenai perubahan sosial :
Mula-mula Parsons memusatkan perhatian pada sifat struktur sosial, menurutnya pengutamaan pada struktur sosial akan menjuruskan perhatiannya pada evolusi sosial. Parsons berpendapat bahwa studi perubahan sosial harus dimulai dengan studi struktur sosial terlebih dahulu. Baiklah kita mulai dengan system sosial. Menurut arti luas, sistem adalah dua unit atau lebih yang berinteraksi. Setiap sistem tertanam dalam situasi yang mengelilinginya sehingga dengan demikian, perkara apakah yang menjadi unit sistem itu satu kesatuan khusus atau sistem itu sendiri, tergantung pada fokus analisa kita. Contoh : sebuah universitas dapat dipandang sebagai satu sistem itu sendiri, sedangkan untuk maksud lain universitas itu mungkin hanya dipandang sebagai satu unit didalam sebuah sistem yang lebih besar (sistem pendidikan tinggi misalnya).
Sistem sosial adalah sejenis sistem khusus sekelompok individu yang berinteraksi, masing-masing individu mencoba mendapatkan kepuasan dirinya secara maksimum dalam suasana budaya tertentu. Pada dasarnya, setiap individu didalam sistem sosial tertentu, berusaha mengejar kebahagian dirinya sendiri, dan arti kebahagian serta alat yang tersedia untuk mencapainya, berbeda antara budaya yang satu dan budaya lain. Parsons merumuskan sistem sosial adalah sebagai berikut : “para aktor individual yang saling berinteraksi di dalam suatu situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan fisik atau lingkungan psikis, yang terdorong ke arah kecenderungan untuk mengoptimalkan kebahagiaan, dan antarhubungan mereka ditetep dan diatur menurut sistem yang teratur secara kultural serta mempunyai simbol-simbol bersama.
Unit terkecil dalam sistem sosial adalah peranan. Pola interaksi dalam sisitem sosial bersifat normatik. Setiap sistem mempunyai empat fungsi memaksa. Artinya, setiap sistem harus menghadapi dan harus berhasil menyelesaikan masalah-masalah : adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan pemeliharaan pola yang tersembunyi. Adaptasi adalah fungsi perilaku organisme : pencapaian tujuan adalah fungsi kepribadian; integrasi adalah fungsi sistem sosial dan pemeliharaan pola adalah fungsi kultur. Pada tingkat sistem sosial, fungsi adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan pemeliharaan pola, secara berurutan berhubungan dengan ekonomi,  pemerintahan, hukum, dan keluarga. Fungsi adaptasi menimbulkan tanggapan terhadap kebutuhan dan lingkungan. Contoh : dalam universitas harus bisa membuat keputusan mengenai cara penggunaan dana, fasilitas, dan personalnya untuk mencapai tujuan pendidikannya. Integrasi berfungsi untuk mengatur subsistem. Contoh : didalam universitas, fakultas, jurusan atau program studi, pusat penelitian, perpustakaan, organisasi mahasiswa, dan sebagainya harus bekerja bersama-sama dalam ikatan dan solidaritas secukupnya untuk mencapai tujuan. Pemeliharaan pola yang tersembunyi, mengacu kepada masalah pemeliharaan pola nilai dan sistem. Contoh: universitas harus mensosialisasikan personalnya kedalam nilai-nilainya organisasi dan memotivasi mereka untuk melaksanakan berbagai tugas yang dipikulkan dipundak mereka.
Keempat fungsi memaksa ini kemudian dihubungkan dengan empat kategori struktural. Sifat fungsi memaksa ini perlu dipahami karena keempat fungsi ini menghubungkan antara struktur dan proses. Menurut Parsons, seluruh proses menimbulkan sejenis perubahan, tetapi kita harus dapat membedakan proses yang mengubah struktur sosial dari proses yang lain. Perubahan adalah tipe proses khusus yang menimbulkan perubahan dalam struktur sosial.
1.    Masalah proses keseimbangan yang terjadi berdasarkan asumsi bahwa pola struktural dari kultur yang mapan adalah sama, dalam arti dianggap tetap konstan.
2.  Masalah perubahan struktural yakni masalah proses yang menimbulkan fundamental dalam sistem sosial.
Tipe terpenting dari proses campuran adalah diferensiasi struktural yang menyebabkan terjadinya perombakan sistem semula dan karenanya menyebabkan terjadinya perubahan struktur secara mendasar dari berbagai subsistem dan antarhubungan berbagai subsistem itu satu sama lain.
Secara keseluruhan ada empat jenis proses menurut Parsons :
1.      Proses keseimbangan, meliputi proses di dalam sistem social.
2.      Perubahan struktural,  mencakup perubahan fundamental dari system.
3.  Diferensiasi struktural, meliputi perubahan satu subsistem atau lebih tetapi tidak menyebabkan perubahan sistem secara keseluruhan.
4.      Evolusi , yakni proses yang melukiskan pola perkembangan masyarakat sepanjang waktu.
Keempat jenis proses ini tentu saja tidak bersifat eksklusif atau saling terpisah. Keseimbangan dalam sistem sosial dapat dianalisis menurut empat hukum:
1.  “prinsip kelembagaan” yang menegaskan kelanggengan laju dan arah suatu proses kecuali bilakekuatan pendorong yang berlawanan menimpa proses itu.
2.     Prinsip aksi dan reaksi yang menegaskan bahwa setiap perubahan arah suatu proses akan diimbangi oleh perubahan lain yang kekuatan pendorongnya dan kekuatan dari arah berlawanannya adalah setara.
3.   Prinsip upaya yang menyatakan bahwa perubahan dalam laju proses sebanding dengan besarnya kekuatan pendorong yang digunakan atau yang diambil.
4.    Prinsip sistem integrasi yang menegaskan bahwa nasip unsur-unsur satu pola tergantung pada nilai unsure tersebut selaku faktor pemersatu.
Keseimbangan adalah konsep keteraturan berdasarkan kondisi khusus seperti diterapkan kepada keadaan internal sebuah sistem empiris dalam hubungan dengan lingkungannya. Keteraturan itu tidaklah terpola secara kaku atau tanpa dapat berubah.
Menurut definisi perubahan stuktural dalam suatu sistem sosial adalah perubahan dalam kultur normatif sistem sosial bersangkutan. Saling ketergantungan unit-unit dalam satu sistem berarti bahwa perubahan fundamental dalam unit tertentu mungkin menimbulkan sejenis perubahan dalam unit lain, dan perubahan ditingkat tertentu sisitem itu mempengaruhi sejenis perubahan ditingkat lain.
Jenis proses ketiga adalah diferensiasi struktural. Pada dasarnya diferensiasi adalah proses yang menyebabkan berjenis-jenis perubahan yang sesuai dengan nilai-nilai dasar masyarakat. Jenis proses keempat yang ditemukan dalam karya Parsons adalah evolusi masyarakat. Parsons menganalisis evolusi sosial ini menurut satu paradigma yang dimulai dengan diferensiasi.
Diferensiasi menimbulkan masalah integrasi. Semakin rumpil sistem sosial, semakin banyak unit yang harus dikoordinasi. Paradigma untuk mempelajari evolusi sosial, mencakup masalah nilai. Pola nilai harus berpengaruh sesuai dengan sifat sistem sosial yang baru muncul.
Empat ciri universal evolusi sosial yang penting bagi semua sistem sosial adalah :
1.      Bentuk komunikasi.
2.      Organisasi kekeluargaan.
3.      Agama, dan
4.      Teknologi ( yang mungkin masih primitif).
Keempat ciri mendasar ini memungkinkan perkembangan evolusi selanjutnya, selama perkembangannya itu masyarakat secara bertahap akan ditandai oleh lima ciri universal lain: sistem stratifikasi, legitimasi kultur terhadap sistem stratifikasi itu, organisasi birokrasi, sistem uang dan pasar, norma universal, dan pemerintahan demokraktis.
Parsons mengemukakan tingkat umum perkembangan evolusi: tingkat primitif, menengah, modern. Perubahan sama sekali tidak pernah mengubah pola, melainkan menghasilkan daya tahan. Untuk menghasilkan daya tahan ini dibutuhkan upaya yang sangat besar. Dalam kenyataannya, kehebatan ketegangan itu sendiri takpernah mendapatkan perubahan secara memadai. Ketegangan mungkin dapat diselesaikan sedemikian, sehingga struktur tetap utuh. Karena itu, sebagai tambahan terhadap ketegangan yang memuncak, perubahan dibantu oleh empat faktor:
1.   Mekanisme yang mampu menghasilkan ketahanan tak terelakan dari pola-pola struktural yang telah melembaga.
2.      Cara bereaksi terhadap ketegangan yang mencakup peluang-peluang konstruktif yang memadai.
3.      Adanya suatu model pola yang telah dilembagakan.
4.   Penggunaan sangsi untuk memberikan ganjaran atas perilaku yang sesuai dengan model atau pola perilaku yang sudah melembaga. Dan dengan demikian nilai-nilai dan kepentingan pribadi akan saling bersesuaian satu sama lain.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dapat muncul baik dari dalam maupun dari luar sistem sosial. Faktor eksogen dari perubahan adalah faktor yang muncul dari sistem sosial lain, organisme, kepribadian, kultur yang berinteraksi dengan sistem sosial. Faktor eksogen utama adalah sistem sosial lain yang berinteraksi dengan sistem sosial bersangkutan, konflik antara dua masyarakat dan perang atau ancaman perang dapat mempengaruhi sistem sosial yang terlibat.
Parsons kurang jelas menerangkan sumber atau faktor yang menyebabkan perubahan. Turner menyatakan bahwa Parson nampaknya memandang evolusi dibimbing oleh hirarki kontrol, terutama oleh komponen informasi. Tanpa kontrol informasi itu, gerakan ketingkat perkembangan selanjutnya dalam rentetan evolusi akan terhalang.

Neil smelser
Smelser tentang revolusi industri, setelah terlebih dahulu mencatat sejumlah kesimpulan umum yang dibuatnya mengenai teori perubahan sosial. Smelser mengidentifikasi sejumlah persoalan yang harus dijelaskan dengan teori perubahan sosial tertentu, dan beberapa diantaranya masih belum dijelaskan dengan derajat ketepatan yang memadai. Salah satu unsur penting teori perubahan sosial adalah spesifikasi variabel-veariabel dependen.
Menurut smelser, faktor yang menentukan perubahan sosial telah dikenal sebagai satu atau beberapa diantara perkara sebagai berikut :
1.      Keadaan struktur untuk berubah.
2.      Dorongan untuk berubah.
3.      Mobilisasi untuk berubah, dan
4.      Pelaksanaan control sosial.
Smelser berjasa mengingatkan kita tentang pentingnya merinci variabel dependen dan variabel independen perubahan sosial. Smelser menganalisis menurut perspektif Parsons dan menerapkan perspektif itu untuk melakukan analisis historis, ia telah mengamati perubahan struktur jangka pendek dan jangka panjang. Berbeda dari perubahan struktur jangka pendek, perubahan struktur jangka panjang menyebabkan perubahan sosial termasuk ketidakmunculan terciptanya kembali dan tak ditatanya kembali peranan sistem sosial yang lama.studinya dipusatkan pada perkara tidak ditatanya kembali peranan sistem sosial yang lamanya ini.
Smelser menemukan tujuh langkah dalam urutan perubahan :
1.   Ketidakpuasan yang berasal dari kegagalan pencapain tujuan yang menghasilkan dan dari kesadaran tentang kemungkinan perubahan.
2.   Kekacauan psikis dalam bentuk berbagai reaksi emosional dan aspirasi yang tidak tepat dilihat dari sudut penyelesaian masalah.
3.      Penggunaan energi yang dikeluarkan di langkah kedua diatas semakin rasional dalam upaya menyadari maksud dari sistem nilai yang ada.
4.  Tingkat perumusan gagasan, dimana ide-ide dibangkitkan secara berlimpah tanpa seorangpun mau bertanggungjawab atau memikul akibatnya.
5.    Upaya menetapakan ide-ide dan pola institutional khusu yang akan dilaksanakan.
6.    Pelaksanaan perubahan oleh individu atau kelompok, dan pelaksanaannya diberi sanksi sesuai dengan nilai yang ada.
7.      Rutinisasi perubahan yang dapat diterima.
    Kata smelser, ketujuh langkah diatas hanyalah “kotak kosong” dan harus diisi dengan sistem sosial tertentu yang menjadi sasaran analisis. Untuk kasus perubahan masyarakat industri, pengisiannya, menghasilkan urutan perubahan sebagai berikut :
1.    Ketidakpuasan yang berasal dari kegagalan untuk mencapai tingkat produktivitas yang memuaskan dan dari kesadaran tentang potensi untuk mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
2.      Gangguan psikis dalam bentuk reaksi emosional menyimpang yang tepat aspirasi yang tidak realistis.
3.     Penyelesaian ketegangan secara tersembunyi dan mobilisasi sumber-sumber pendorong dalam upaya untuk menyadari implikasi system nilai yang ada.
4.  Mendorong dan membangkitkan ide sebanyak-banyaknya tanpa menetapkan tanggungjawab bagi pelaksanaannya atau akibat-akibatnya.
5.   Menetapkan ide-ide khusus sehingga wiraswatawan akan mengakibatkan diri mereka sendiri dengan ide-ide itu.
6.      Pelaksanaan perubahan oleh wiraswatan yang diberi ganjaran dengan keuntungan atau dihukum dengan kerugian keuangan sebagai tanggapan konsumen atau pembaharuan yang mereka lakukan.
7.  Rutinisasi melalui penerimaan keuntungan sebagai bagian taraf hidup dan penerimaan perusahaan mereka menjadi fungsi produksi yang rutin. Ketujuhnya tak dapat dianggap sebagai tingkatan yang mempunyai cirri-ciri tertentu (discrete). Artinya, ketidakpuasan tidak lenyap dengan kemunculan gangguan psikis.
      PERDEBATAN SENGIT PENAFSIRAN ATAU PEMBAYANGAN
   Parsons menegaskan pentingnya memahami perubahan serta Smelser telah menunjukkan perspektifdengan menerapkan pada analisis khusus tentang perubahan. Perspektif evolusi Parsons lebih banyak menyediakan konsep dan kategori yang melukiskan cirri-ciri berbagai tingkatan perubahan ketimbang menyediakan sebuah teori perubahan sosial. Seperti yang dirumuskan semula, fungsionalisme-struktural tidak mendorong orang untuk mempelajari perubahan. Hukum perubahan dan keberhasilan yang lamban dipandang sebagai penyimpangan dan pengalaman yang menggocangkan jiwa. Ide Parsons nampaknya lebih bermanfaat untuk melukiskan fase-fase daripada untuk memahami mekanisme yang menggerakkan proses perubahan. Parsons telah mencoba menerangkan perubahan, rupanya berasal dari dua sumber, realitas dari dunia yang berubah dan sejumlah kritik yang telah ditumpukkan kepada kepemikiran aliran fungsional. Ada beberapa ide yang berguna di dalam fungsionalisme structural, namun kontribusinya untuk memahami perubahan kecil sekali.
H. Lauer, Robert. 1993. Perpektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rineka Cipta

Rabu, 05 Oktober 2011

Teori Perubahan Siklus


POLA PERUBAHAN SOSIOSTRUKTURAL

Pitirim A. Sorokin (1889-1968) adalah contoh pemikir terakhir yang kita kemukakan, yang melihat berbagai lingkaran dalam proses historis. Sorokin menggunakan metode yang disebutnya “logika penuh arti” (logico-meaningful).­­­­
-     
Pitirim Sorokin mensinyalir bahwa perubahan sosial berlainan dengan kemajuan sosial, sebab belum tentu perubahan sosial menjadikan masyarakat tersebut maju, misalnya ditemukannya penibahan manusia berbusana kearah yang Ionggar dan terbuka apa bedanya dengan masyarakat keterbelakangan yang belum mengenal pakaian sebagai alat glamour, yang berlebihan tetapi kurang memahami adakah kemajuan atau kemandegan, atau bahkan kemunduran yang mereka lakukan. Sorokin mensinyalir lebih jauh bahwa perubahan kepercayaan, perubahan budaya, perubahan seni yang dilakukan manusia lebih bersifat coba-coba, untuk mencari keserasian dalam hidupnya. Mereka tidak dalam pengertian maju, sebab berbincang tentang kemajuan haruslah menyangkut evaluasi, padahal perubahan sosial yang dilakukan bukan berdasar evaluasi untuk lebih maju, lebih banyak hanya sekedar menghindari kejenuhan dan kebosanan belaka. Bahkan lebih tandas Sorokin berpendapat bahwa perubahan sosial yang bersifat siklus disebabkan ‘fungsi sosial’ masyarakat belaka, yang akhirnya kembali kekeadaan semula, awal siklus terjadi (Eshleman 1983).
-          
Disamping itu Sorokin dalam teorinya Social and Cultural Dynaynics mencoba membagi tahapan perubahan sosial/ Tahapan budaya dalam tiga tahap yang berputar tanpa akhir.

Ketiga perubahan tahap itu adalah :
a. Kebudayaan ideasional (ideational cultur) yang didasarkan atas nilai-nilai adikodrati (supernatural) ;
b. Kebudayaan idealistis (idealistic cullctur) didasarkanatas unsur adikodrati dan fakta-fakta nyata guna mencapai masyarakat yang ideal; dan
c. Kebudayaan sensasi (sensate cultur) memberikan tolak-banding ukir antara fakta dan tujuan hidup. Sorokin menilai kebudayaan barat saat itu telah mencapai tahapan ke-3, sehingga telah rapuh dan akan terjadi siklus ke tahapan pertama, kembali menjadi tahap kebudayaan ideasional.
Sorokin memusatkan perhatiannya pada tingkat budaya, dengan menekankan pada arti, nilai, norma dan symbol sebagai kunci untuk memahami kenyataan social-budaya. Sorokin juga menekankan adanya saling ketergantungan antara pola-pola budaya. Ia percaya bahwa masyarakat adalah suatu sistem interaksi dan kepribadian individual.
Tingkat tertinggi integrasi sistem-sistem sosial yang paling mungkin didasari pada seperangkat arti, nilai, norma hukum yang secara logis dan konsisten mengatur interaksi antara kepribadian-kepribadian yang ada didalam masyarakat. Tingkat yang paling rendah dimana kenyataan sosial-budaya dapat dianalisa pada tingkat interaksi antara 2 orang atau lebih.
Sorokin mengemukakan teori yang berlainan, ia menerima teori siklus seperti hukum fatum ala Oswald Spengler dalam karya yang berpengaruhnya Der Untergang des Abendlandes (Decline of  the West) atau Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa yang didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan  dalam segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum.
Sorokin menilai gerak sejarah dengan gaya, irama dan corak ragam yang kaya raya dipermudah, dipersingkat dan disederhanakan sehingga menjadi teori siklus. Sorokin menyatakan bahwa gerak sejarah menunjukkan fluctuation of age to age, yaitu naik turun, pasang surut, timbul tenggelam. Ia menyatakan adanya cultural universal dan di dalam alam kebudayaan itu terdapat masyarakat dan aliran kebudayaan. Di alam yang luas ini terdapat 3 tipe yang tertentu, yaitu:
a.       ideational, mempunyai dasar pemikiran bahwa kenyataan itu bersifat nonmaterial, transenden dan tidak dapat ditangkap oleh panca indera. Dunia dianggap sebagai suatu ilusi, sementara, dan tergantung pada dunia transenden atau sebagai aspek kenyataan yang tidak nyata , tidak sempurna, tidak lengkap. Kenyataan adalah sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan atau nirwana. Kata kunci adalah kerohanian, ketuhanan, keagamaan, kepercayaan.
Ideational                                                                                                                 
1.      Menyatakan bahwa Tuhan sebagai realitas tertinggi dan nilai terbenar
2.      Dunia dipandang sebagai ilusi, sementara, dan tak lengkap.
3.      Sistem ini terbagi atas:
·         Ideasional asketik, mengurangi kebutuhan duniawi supaya mudah diserap ke dalam dunia transenden.
  • Ideasional aktif, mengurangi kebutuhan duniawi sekaligus mengubahnya agar selaras dengan dunia transenden.
b.      sensate, dasar pemikirannya adalah dnia materil yang ada disekitar kita adalah satu-satunya kenyataan yang ada. Keberadaan kenyataan yang adi insrawi atau yang trasenden disangkal. Kata kunci adalah serba jasmaniah, mengenai keduniawian, berpusat pada panca indera.
Sensate
1.      Dunia nyata adalah realitas tertinggi, satu-satunya kenyataan yang ada.
2.      Sistem ini terbagi atas:
  • Inderawi aktif, usaha aktif utk mengubah dunia fisik guna memenuhi kepuasan dan kesenangan manusia.
  • Inderawi pasif, menikmati kesenangan duniawi tanpa memperhatikan tujuan jangka panjang.
  • Inderawi sinis, pengejaran tujuan duniawi dibenarkan oleh rasionalisasi idealistic.
c.       perpaduan antara ideational-sensate, dasar pemikirannya adalah perpaduan antara kedua hal diatas (Ideational dan Sensate). Kata kunci adalah suatu kompromis.
Ideational-Sensate        
1.      Suatu usaha Kompromis.
2.      Sistem ini terbagi atas:
  • Kebudayaan Idealistis, dasar pemikiran antara ideational dan sensate secara sistematis dan logis saling berhubungan.
  • Kebudayaan Ideasional Tiruan, kedua dasar pemikiran antara ideasional dan sensate saling berlawanan tidak teritegrasi secara sistematis namun hidup berdampingan.
Tiga jenis kebudayaan adalah suatu cara untuk menghargai atau menentukan nilai suatu kebudayaan. Menurut Sorokin tidak terdapat hari akhir seperti pendapat Agustinus, tidak ada pula kehancuran seperti pendapat Spengler. Ia hanya melukiskan perubahan-perubahan dalam tubuh kebudayaan yang menentukan sifatnya untuk sementara waktu.
Apabila sifat ideational dipandang lebih tinggi dari sensate dan sifat idealistic ditempatkan diantaranya, maka terdapat gambaran naik-turun, timbul-tenggelam dan pasang-suruta dalam gerak sejarah tidak menunjukkan irama dan gaya yang tetap dan tertentu. Sorokin dalam menafsirkan gerak sejarah tidak mencari pangkal gerak sejarah atau muara gerak sejarah, ia hanya melukiskan prosesnya atau jalannya gerak sejarah.
Menurut Sorotin terdapat aspek kualitatif dan aspek kuantitatif dari pertumbuhan dan kemunduran sistem sosiokultural. Untuk memahaminya diperlukan pemahaman 3 komponen sistem sosiokultural empiris, yakni sistem makna, mesin dan agen kemanusiaannya. Sorokin berpendapat bahwa pertumbuhan kuantitatif terutama mengacu kepada peningkatan kuantitatif wahana atau agen atau keduanya. Pertumbuhan kualitatif, mencakup berbagai peningkatan/perbaikan sistem makna, wahana dan agennya/ketiganya. Pertumbuhan kualitatif ini disebut disebut sorokin sebagai tingkat perkembangan masyarakat yang terwujud dengan sendirinya pada tingkat individual.

Gejala perpecahan yang agak seragam dalam sistem sosiokultural adalah penggantian kebesaran kuantitatif dengan kemuliaan kualitas. Sorokin melihat penurunan kualitatif sejalan dengan peningkatan kuantitatif. Sebuah sistem akan mati, jika sistem maknanya semakin memburuk sehingga tidak diakui lagi/jika wahana, agen kemanusiaan/keduanya lenyap sama sekali.

Sorokin berpendapat, bahwa pertama didalam sistem yang terintegrasi dengan erat, perubahan akan terjadi secara keseluruhan, seluruh bagian akan berubah bersama. Kedua, terjadi di beberapa bagian tertentu tanpa terjadi dibagian lain. Ketiga, jika suatu kultur hanya merupakan pengelompokan semata maka setiap bagian mungkin berubah tanpa mempengaruhi bagian lainnya. Keempat, jika kultur itu tersusun dari sejumlah sistem dan kumpulan yang hidup berdampingan secara damai, maka kultur itu akan berubah secara berbeda disetiap bagian yang berbeda.  Berbagai unsur akan berubah, baik serentak / terpisah, tergantung pada tingkat integrasi berbagai unsur itu.

Sorokin mengemukakan 3 kemungkinan penjelasan mengenai perubahan sosiokultural. Pertama, perubahan mungkin diakibatkan faktor eksternal terhadap sistem sosiokultural. Kedua, teori keabdian. Perubahan terjadi karena faktor internal yang ada didalam sistem itu sendiri. Sistem itu sendirilah yang bersifat berubah: “sistem tak dapat membantu perubahan, meskipun semua kondisi eksternal tetap”. Ketiga, mencari penyebab perubahan baik pada faktor internal maupun eksternal.
Ia menandaskan setiap sistem sosiokultural tertentu jelas akan mengalami perubahan akibat aktivitasnya sendiri: setiap sistem yang hidup dan aktif, slalu berubah. Di tahun 1941 ia menulis: “krisis kemanusiaan bukanlah diciptakan Hitler, Stalin Mussolini, krisis yang sudah ada itulah yang menciptakan mereka menjadi alatnya dan menjadi bonekanya.
Kelemahan utama sorokin adalah kurangnya perhatian pada faktor sosial-psikologis. Peran manusia dalam membentuk masa depannya sedikit sekali dalam sistem berfikir Sorokin. Tetapi, penekannya pada pemahaman antar hubungan fenomena sosial yang mengalami perubahan, dan pemahamannya terhadap metodologi ilmiah yang benar, membantu kita dalam studi untuk memahami perubahan sosial. 

-          Akibat perubahan sosial
Perubahan sosial yang diinginkan masyarakat ke arah kestabilan, bukan sekedar berubah yang hasilnya mungkin lebih baik situasinya, tetapi mungkin juga lebih jelek yang terjadi. Maka jawaban akhir dari perubahan sosial, sintesanya adalah aktualisasi masyarakat yang stabil dalam situasi ekonomi, budaya, politik yang lebih baik. Stabil jauh dan kacau balau (chaotic), mungkin berupa tindakan tegas, hukum yang ketat, namun dapat dan masyarakat dalam membangun. Sehingga diperlukan wujud perencanaan yang mantap, tajam dan dalam jangka waktu lama.